DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG→NARASIKAN
1.2. TUJUAN
II. TINJAUAN
2.1. EKOSISTEM TANAMAN KAKAO
2.2. TOPOLOGRAFI DESA PLOSOREJO
III. METODE
3.1. TEMPAT DAN WAKTU
3.2. BAHAN DAN ALAT
3.3. CARA KERJA
3.4. PENGAMATAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL
4.2. PEMBAHASAN
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
5.2. SARAN
I. PENDAHULUAN
1.1.
LATAR
BELAKANG
Tananam kakao (Theobroma
cacao L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai nilai ekonomis
untuk di kembanhgkan.
Klasifikasi tanaman
kakako sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angioospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak kelas : Dialypetalae
Bangsa : Malvales
Suku : Sterculiaceae
Marga : Theobroma
Jenis : Theobroma cacao L
Tanaman ini merupakan
salah satu komoditas ekspor yang cukup potensial sebagai penghasilan devisa
Negara. Kakao menduduki urutan ke-3 pada sub sektor perkebunan setelah sawit
dan karet.
Kakao juga memiliki pasar
yang cuckup stabil dan harga yang relative mahal. Sehingga peningkatan kualitas
hasil selalu di lakukan agar kakao tetap penting sebagai mata dagang non migas.
kakao merupakantanaman tahunan walaupun tanaman kakao dapat berbuah sepanjang
tahun, tanaman kako dapat berbung dan berbuah pada umur sekitar umur 3-4 tahun
setelah di tanam. Dan masa produksi tanaman kakao bisa bertahan hingga lebih
dari 25 tahun, selain itu untuk keberhasilan tanaman kakao perlu memperhatikan
kesesuaian lahan danfaktor bahan tanam.penggunaan bahan tanam tidak unggul
mengkibatkan pencapaian produksivitas dan mutu biji kakao yang rendah,oleh
karena itu sebaiknya di gunakan bahan tanam yang unggul dan bermutu tinggi
(Raharjo, 1999).
Indonesia merupakan
Negara ke-3 mengisi pasokan kakao dunia yang di perkirakan mencapai 20% bersama
Negara Asia lainnya seperti Malaysia Filipina dan Papua new guinea
(UNCTAD,2007;WCF2007 dalam Supartha,2008). Peningkatan luas area pertanian
kakao belum di ikuti oleh produksivitas dan mutu yang tinggi.data biro pusat
statistic menunjukan bahwa tahun 1983 luas areal tanamn kakao 59.928 ha dengan
produksivitas sekitar 20.000 ton, dan pada tahun 1993 luas areal tanaman kakao
menjadi 535.000 ha dengan produksivitas hingga 258.000 ton (Direktur jendral
perkebunan, 1994
1.2.
TUJUAN
Tujuan mengadakan pengamatan
ini adalah untuk mengamati hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan liingkungan secara
fungsional, structural dan fisik di desa plosorejo kademangan Blitar, dan sebagai
media dalam pembelajaran dan sebagai pengetahuan terhadap budidaya tanaman
kakao baik bagi penulis sendiri maupun pembaca. Menginterprestasikan hubungan
antara komponen Biotik dan Abiotik.
II. TINJAUAN
2.1. EKOSISTEM TANAMAN KAKAO
Dalam ekosistem tanaman
pertanian terdapat keanekaragaman hayati baik hewan maupun tumbuhannya. Dalam
keanekaragaman tersebut ada hubungan yang saling merugikan. Diantaranya yaitu
hubungan antara tanaman dengan hama pengganggu yang merugikan salah satu pihak.
Hama pengganggu tanaman
pada kako misalnya yaitu hana penggerek buah kakao (Conopomorphacramerella)
yang menyebabkan biji tidak berkembang.kepik penghisap buah ( Helopeltisspp)
yang menyababkan buah kering dan mati serta penyakit busuk buah
(Phytophthorapalmivora). Hama tersebut dapat merusak hasil panen sehingga daaapat
merugikan petani (Muntarjo, 2008).
2.2. TOPOGRAFI DESA PLOSOREJO
Secara geografis desa
plosorejo terletak pada koordinat 07°17°13° LS dan 111°45’50° BT. Desa ini
memiliki topografi kombinasi antara perbukitan dan daratan, dengan kehidupan
masyarakat yang sudah relative maju. Desa ini berbatasan dengan beberapa
desa/kecamatan, yaitu : utara berbatasab dengan desa Tanjungharjo/ desa lebak (
kecamatan Grobogan), baratberbatasan dengan desa Mahayan (kec. Tawangharjo),
dan desa rejosari/desa tanjungharjo ( kec. Grobogan), selatan berbatasan
dengan desa jono/desa mahayan (kec. Tawangharjo) dan timur berbatasan dengan
desa pojok (kec. Tawangharjo).desa plosorejo terbagi menjadi 7 dusun/ RW dan 35
RT. Adapun ke-7 dusun/RW tersebut adalah dusun plosorejo, jetak, nuso, kede,
penjalinan, bringin, dan ngrimpi. Beberapa tokoh yang pernah menjadi kepala
desa plostrejo, diantaranya adalah : soepoedjo (1948-1988), soleh, Masidi, dan
Mustofa (masa jabatan ke-2 2013 – sekarang).
Potensi perekonomian yang
dimiliki desa plosorejo adalah pertanian (padi, jagung, kacang hijau) peternak
(sapi, kambing, unggas) home industry (mebelair, criping pisang, criping
ketela). Hal ini hubungan erat dengan profesi sebagai besar penduduk desa
plosorejo bekerja di sector pertanian, di susul dengan sector perdagangan dan
jasa, dansebagian kecil bekerja di sector pemerintahan. Adapun fasilitas
pendidikan yang dimiliki desa plosorejo adalah : 3 PAUD, 3 TK, 3 SD, 1 MI,
1MTs. Salah satu objek spiritual yang ada di desa plosorejo adalah petilasan Eyang
Wijoseno sedangkan wisata yang saat ini sedang di kembangkan adalah salah satu
wisata Edukasi kampong cokelat, disana kita bisa banyak belajar dari cara
membudidayakan tanaman kakao hingga kuliner kakao tersedia di sana.
III. METODE
3.1. TEMPAT DAN WAKTU
Tempat di laksanakannya
pengamatan, yaitu di kelompok tani “Guyub Santoso” desa plosorejo Blitar,
pada:
Pukul : 11.00 WIB-selesai
Hari : senin
Tanggal : 13 april 2015
3.2. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
Alat yang di gunakan
adalah kamera Digital.
Bahan yang di gunakan
adalah alat tulis menulis
3.3. CARA KERJA
Tata cara dalam praktikum
ini yaitu :
1. Observasi secara sengaja
terhadap objek edukasi
2. Interprestasi hubungan
antara komponen Biotikdan Abiotik
3.4. PENGAMATAN
Pengamatan yang di
lakukan pada saat itu yaitu mengamati dari cara penanganan penyakit, faktor-faktor
penyebab,, kandungan unsur dalam tanah, jenis-jenis tanah yang cocok untuk
membudidayakan tanaman kakao
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL
1. Syarat tumbuh tanaman kakao
Sejumlah faktor iklim dan tanah
menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami
tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan, temperatur,
dan sinar matahari menjadi bagian dari faktor iklim yang menentukan. Demikian
juga faktor fisik dan kimia tanah yang erat kaitannya dengan daya tembus
(penetrasi) dan kemampuan akar menyerap hara. Ditinjau dari wilayah
penanamannya, kakao ditanam di daerah‐daerah yang berada pada 100 LU sampai
dengan 100 LS. Walaupun demikian penyebaran pertanaman kakao secara umum berada
pada daerah‐daerah
antara 70 LU sampai dengan 180 LS. Hal ini tampaknya erat kaitannya
dengandistribusi curah hujan dan jumlah penyinaran matahari sepanjang tahun.
2.
Curah
Hujan
Hal terpenting dari curah hujan yang
berhubungan dengan pertanaman kakao adalah distribusinya sepanjang tahun. Hal
tersebut berkaitan dengan masa pembentukan tunas muda dan produksi. Areal
penanaman kakao yang ideal adalah daerah‐daerah bercurah hujan 1.100 ‐ 3.000 mm per tahun. Disamping
kondisi fisik dan kimia tanah, curah hujan yang melebihi 4.500 mm per tahun
tampaknya berkaitan dengan serangan penyakit busuk buah (black pods). Didaerah
yang curah hujannya lebih rendah dari 1.200 mm per masih dapat ditanami kakao,
tetapi dibutuhkan air irigasi. Hal ini disebabkan air yang hilang karena
transpirasi akan lebih besar daripada air yang diterima tanaman dari curah
hujan, sehingga tanaman perlu dipasok dengan air irigasi. Ditinjau dari tipr
iklimnya, kakao sangat ideal ditanam pada daerah‐daerah yang tipe iklimnya Am (menurut
Koppen) atau B (menurut Scmid dan Fergusson). Di daerah‐daerah yang tipe iklimnya C (menurut
Scmid dan Fergusson) kurang baik untuk penanaman kakao karena bulan keringnya
yang panjang.
3.
Tanah Tanaman kakao
Tanaman kakao dapat tumbuh pada berbagai jenis
tanah, asal persyaratan fisik dan kimia tanah yang berperan terhadap
pertumbuhan dan produksi kakao terpenuhi. Kemasaman tanah (pH), kadar zat
organik, unsur hara, kapasitas adsorbsi, dan kejenuhan basa merupakan sifat
kimia yang perlu diperhatikan, sedangkan faktor fisiknya adalah kedalaman
efektif, tinggi permukaan air tanah, drainase, struktur, dan konsistensi tanah.
Selain itu kemiringan lahan juga merupakan sifat fisik yang mempengaruhi
pertumbuhan dan pertumbuhan kakao.
4.
Sifat Kimia Tanah
Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada
tanaman yang memiliki pH 6 ‐ 7,5; tidak lebih tinggi dari 8
serta tidak lebih rendah dari 4; paling tidak pada kedalaman 1 meter. Hal ini
disebabkan terbatasnya ketersediaan hara pada pH tinggi dan efek racun dari Al,
Mn, dan Fe pada pH rendah. Disamping faktor keasaman, sifat kimia tanah yang
juga turut berperan adalah kadar zat organik. Kadar zat organik yang tinggi
akan meningkatkan laju pertumbuhan pada masa sebelum panen. Untuk itu zat
organik pada lapisan tanah setebal 0 ‐ 15 cm sebaiknya lebih dari 3
persen. Kadar tersebut setara dengan 1,75 persen unsur karbon yang dapat
menyediakan hara dan air serta struktur tanah yang gembur. Usaha meningkatkan
kadar organik dapat dilakukan dengan memanfaatkan serasah sisa pemangkasan
maupun pembenaman kulit buah kakao. Sebanyak 1.990 kg per ha per tahun daun
gliricida yang jatuh memberikan hara nitrogen sebesar 40,8 kg per ha, fosfor
1,6 kg per ha, kalium 25 kg per ha, dan magnesium 9,1 kg per ha. Kulit buah
kakao sebagai zat organik sebanyak 900 kg per ha memberikan hara yang setara
dengan 29 kg urea, 9 kg RP, 56,6 kg MoP, dan 8 kg kieserit. Sebaiknya tanah‐tanah yang hendak ditanami kakao paling
tidak juga mengandung kalsium lebih besar dari 8 Me per 100 gram contoh tanah
dan kalium sebesar 0,24 Me per 100 gram, pada kedalaman 0 ‐ 15 cm.
5.
Sifat
Fisik Tanah
Tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao
adalah lempung liat berpasir dengan komposisi 30 ‐ 40 % fraksi liat, 50% pasir,
dan 10 ‐ 20
persen debu. Susunan demikian akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta
aerasi tanah. Struktur tanah yang remah dengan agregat yang mantap menciptakan
gerakan air dan udara di dalam tanah sehingga menguntungkan bagi akar. Tanah
tipe latosol dengan fraksi liat yang tinggi ternyata sangat kurang
menguntungkan tanaman kakao, sedangkan tanah regosol dengan tekstur lempung
berliat walaupun mengandung kerikil masih baik bagi tanaman kakao. Tanaman
kakao menginginkan solum tanah menimal 90 cm. Walaupun ketebalan solum tidak
selalu mendukung pertumbuhan, tetapi solum tanah setebal itu dapat dijadikan
pedoman umum untuk mendukung pertumbuhan kakao. Kedalaman efektif terutama
ditentukan oleh sifat tanah, apakah mampu menciptakan kondisi yang menjadikan
akar bebas untuk berkembang. Karena itu, kedalaman efektif berkaitan dengan air
tanah yang mempengaruhi aerasi dalam rangka pertumbuhan dan serapan hara. Untuk
itu kedalaman air tanah disyaratkan minimal 3 meter.
6.
Kriteria tanah yang tepat bagi tanaman kakao
Areal penanaman tanaman kakao yang
baik tanahnya mengandung fosfor antara 257 ‐ 550 ppm berbagai kedalaman
(0 ‐ 127,5 cm), dengan persentase
liat dari 10,8 ‐ 43,3 persen; kedalaman efektif 150 cm; tekstur (rata‐rata 0‐50 cm di atas) SC, CL, SiCL;
kedalaman Gley dari permukaan tanah 150 cm; pH‐H2O (1:2,5) = 6 s/d 7; zat organik 4
persen; K.T.K rata‐rata 0‐50 cm di atas 24 Me/100 gram; kejenuhan basa rata‐rata 0 ‐ 50 cm di atas 50%. IV.1.
Pembersihan Lahan dan Pengolahan Tanah Pembersihan dilakukan dengan
membersihkan semak belukar dan kayu‐kayu kecil sehingga memudahkan
penebangan pohon. Semak belukar dan kayu‐kayu kecil sedapat mungkin
ditebas/dibabat rata dengan permukaan tanah, kemudian baru kemudian dilanjutkan
dengan tahap tebang/tumbang. Kriteria kayu atau tunggul yang tinggal sangat
menentukan tahap tebang/tumbang ini karena menyangkut biaya, waktu dan
keselamatan kerja. Alat yang diginakan umumnya adalah chain saw. Untuk menebang
kayu yang berdiameter kecildapat digunakan kapak biasa. Setelah penebasan/babat
dan tebang/tumbang, semak belukar, kayu‐ kayu kecil dan batang dikumpulkan
untuk dibakar. Pembakaran dilakukan bila kayu dan daun telah luruh, kering, dan
rapuh, serta kulit kayu yang mengering. Pembakaran dilaksanakan sampai kayu dan
daun menjadi abu. Areal yang telah bebas dari semak belukar, kayu‐kayu kecil, dan pohon besar, apalagi
bila baru dibakar, biasanya cepat sekali menumbuhkan ilalang. Seperti diketahui
ilalang merupkan gulma utama dari areal pertanian. Karena itu pengendaliannya
harus dilakuka sesegera mungkin, sehingga sedapat mungkinareal telah bebas dari
areal pada saat penanaman pohon pelindung. Pengendalian ilalang dapat dilakukan
secara manual, kimiawi, maupun mekanis. Pembersihan areal sering juga diakhiri
dengan tahap pengolahan tanah. Pengolahan tanah umumnya dilaksanakan dengan
cara mekanis khususnya pada areal yang dibuka untuk penanaman kakao cukup luas.
7.
Jarak
Tanam
Jarak tanam Kakao Jarak tanam ideal
bagi tanaman kakao adalah jarak yang sesuai dengan perkembangan bagian atas
tanaman serta cukup tersedianya ruang bagi perkembangan perakaran di dalam
tanah. Dengan demikian pilihan jarak tanam erat kaitannya dengan sifat
pertumbuhan, sumber bahan tanam, dan kesuburan areal. Ditinjau dari segi
produksinya, jarak tanam 3x3 m, 4x2 m, dan 3,5x2,5 m adalah sama, walaupun
pertautan tajuk mebutuhkan waktu lebih lama bila dibandingkan dengan jarak
tanam 3x3 m. Karena itu, pilihan jarak tanam optimum bergantung pada bahan
tanam dan kejagurannya (besarnya pohon), jenis tanah, dan iklim areal yang
dikehendaki. Di Filipina, kakao ditanam dengan jarak tanam 3x3 m dan jarak
tanam pohon pelindung 1,5x1,5 m bilamana areal yang hendak ditanami merupakan
areal terbuka sepenuhnya. Di Malaysia Barat, kakao ditanam berjarak 3,2x3,2 m
diantara barisan tanaman kelapa berjarak 8,64x8,64 m. Sedangkan di kebun Maryke
PT. Perkebunan II ‐ Medan, kakao ditanam dengan jarak 2,5x3,3 m dengan
pohon pelindung berjarak 5x6 m.
8.
Pola Tanam Kakao
Untuk mendapatkan areal tanaman kakao
yang baik dianjurkan untuk menetapkan pola tanam terlebih dahulu. Pola tanam
erat kaitannya dengan keoptumuman jumlah pohon per ha, keoptimuman peranan
pohon pelindung, dan meminimumkan kerugian yang timbul pada nilai kesuburan tanah
serta biaya pemeliharaan. Ada empat pola tanam yang dianjurkan, diantaranya
adalah:
1. Pola tanam kakao segi empat, pohon
pelindung segi empat. Pada pola tanam ini, seluruh areal ditanami menurut jarak
tanam yang ditetapkan. Pohon pelindung berada tepat pada pertemuna diagonal
empat pohon kakao.
2. Pola tanam kakao segi empat, pohon
pelindung segi tiga. Pada pola tanam ini, pohon pelindung terletak di antara
dua gawangan dan dua barisan yang membentuk segi tiga sama sisi.
3. Pola tanam, kakao berpagar ganda,
pohon pelindung segi tiga. Pada pola tanam ini, pohon kakao dipisahkan oleh dua
kali jarak tanam yang telah ditetapkan dengan beberapa barisan pohon kakao
berikutnya. Dengan demikian, terdapat ruang di antara barisan kakao yang bisa
dimanfaatkan sebagai jalan untuk pemeliharaan.
4. Pola tanam kakao berpagar ganda, pohon
pelindung segi empat.
9.
Pemeliharaan Tanaman Kakao
• Pemangkasan, pemangkasan pohon
pelindung tetap dilakukan agar dapat berfungsi untuk jangka waktu yang lama.
Pemangkasan dilakukan terhadap cabang – cabang yang tumbuh rendahan lemah.
Pohon dipangkas sehingga cabang terendah akan berjarak lebih dari 1 m dari
tajuk tanaman cokelat. Pemangkasan pada tanaman kakaomerupakan usaha
meningkatkan produksi dan mempertahankan umur ekonomis tanaman. Dengan
melakukan pemangkasan, akan mencegah serangan hama dan penyakit, membentuk
tajuk pohon, memelihara tanaman, dan memacu produksi.
• Penyiangan, tujuan penyiangan pada
tanaman kakao adalah untuk mencegah persaingan dalam penyerapan air dan unsur
hara dan mencegah hama dan penyakit. Penyiangan harus dilakukan secara rutin,
minimal satu bulan sekali yaitu dengan menggunakan cangkul, koret, atau dicabut
dengan tangan.
• Pemupukan, dilakukan setelah
tanaman kakao berumur dua bulan di lapangan. Pemupukan pada tanaman kakao yang
belum menghasilkan dilaksanakan dengan cara menaburkan pupuk secara merata
dengan jarak 15 cm – 50 cm (untuk umur 2 – 10 bulan) dan 50 cm – 75 cm (untuk
umur 14 – 20 bulan) dari batang utama. Untuk tanaman yang telah menghasilkan,
penaburan pupuk dilakukan pada jarak 50 cm – 75 cm dri batang utama. Penaburan
pupuk dilakukan dalam alur sedalam 10 cm.
• Pemberian pupuk hayati MIG‐6PLUS pada tanaman kakao adalah
sebagai berikut : o Tanaman yang belum menghasilkan : berikan larutan pupuk
hayati MiG‐6PLUS
di sekitar perakaran dengan cara disemprotkan/disiramkan di sekitar perakaran.
Tahap ini diperlukan 3 liter pupuk hayati MiG‐6PLUS untuk 1 hektar lahan kakao.
Berikan setiap 4 bulan sekali. o Tanaman sudah menghasilkan :
berikan larutan pupuk hayati MiG‐6PLUS di sekitar perakaran dengan
cara disemprotkan/disiramkan di sekitar perakaran. Tahap ini diperlukan 3 liter
pupuk hayati MiG‐6PLUS untuk 1 hektar lahan kakao. Berikan setiap 3 bulan
sekali. Disarankan untuk tanaman kakao yang menghasilkan, pemberian larutan MiG‐6PLUS pada lubang2 yang sudah dibuat
dengan kedalaman 20‐30cm dengan jarak dari batang 50 cm.
• Penyiraman, penyiraman tanaman
kakao yang tumbuh dengan kondisi tanah yang baik dan berpohon pelindung, tidak
perlu banyak memerlukan air. Air yang berlebihan menyebabkan kondisi tanah
menjadi sangat lembab. Penyiraman pohon kakao dilakukan pada tanaman muda,
terutama tanaman yang tidak diberi pohon pelindung.
• Pemberantasan hama dan penyakit,
pemberantasan hama dilakukan dengan penyemprotan pestisida dalam dua tahap,
pertama bertujuan untuk mencegah sebelum diketahui ada hama yang benar–benar
menyerang. Kadar dan jenis pestisida disesuaikan. Penyemprotan tahapan kedua
adalah usaha pemberantasan hama, di mana jenis dan kadar pestisida yang
digunakan juga ditingkatkan.
4.2. PEMBAHASAN
Dalam penanaman kakao
terdapat banyak pula masalah seperti busuk buah, kanker batang, jamur akar,
hama ulat kilan, dsb.
Dalam hal ini petani
melakukan perlindungan atau pencegahan tanamannya terhadap penyakit.
1. Busuk buah
Penyakit busuk buah kakao
adalah salah satu penyakit penting yang sering menyerang tanaman kakao.
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi cendawan Phythoptora palmivora pada
buah.Cendawan Phythoptora palmivora sebenarnya juga dapat menginfeksi pada
bagian tanaman kakao lainnya seperti batang, daun, tunas, bahkan bunga.
Kendatipun demikian, dampak negatif serangan pada bagian tanaman lainnya
tersebut tidak sebesar jika cendawan ini menginfeksi buah.Penyakit busuk buah
kakao sering menyerang tanaman yang memiliki sistem kekebalan yang rentan serta
ditunjang oleh keberadaan kebun yang lembab dan gelap. Gejala serangan penyakit
busuk buah adalah timbulnya bercak-bercak hitam pada bagian kulit luar buah. Bercak-bercak
hitam tersebut akan meluas hingga menutupi semua bagian kulit buah jika tidak
segera dikendalikan.Penyakit ini dapat menyerang semua fase pertumbuhan buah,
mulai dari buah pentil hingga buah dalam fase kemasakan. Buah yang terserang
penyakit busuk buah akan tampak hitam arang dan jika disentuh akan terasa basah
membusuk. Penyakit ini dapat menyebar dari satu buah yang terinfeksi ke buah
lainnya melalui beberapa media seperti sentuhan langsung antarbuah, percikan
air, dibawa oleh hewan (semut atau tupai), bahkan oleh tiupan angin. Penyebaran
busuk buah akan semakin cepat jika kondisi kebun terlalu lembab karena cendawan
Phythoptora palmivora dapat tumbuh subur pada daerah yang lembab.
Untuk menekan tingkat serangan penyakit ini,
beberapa tindakan pengendalian harus dilakukan. Tindakan pengendalian tersebut
antara lain:
§ Menggunakan klon
unggul yang tahan penyakit busuk buah kakao seperti DRC 16, ICS 6, DR 1 x Sca
12, DRC 16 x Sca 6 atau DRC 16 x Sca 12.
§ Tidak menanam tanaman
kakao maupun pohon pelindungnya dengan jarak yang terlalu rapat agar sinar
matahari bisa masuk ke dalam kebun dan menjaga tingkat kelembaban udara kebun.
§ Melakukan pemangkasan
cabang-cabang tanaman kakao dan pohon penaung secara rutin untuk menjaga
kelembaban kebun.
§ Melakukan sanitasi
buah-buah yang terserang untuk mencegah penyebaran penyakit ke buah yang sehat.
Buah-buah yang sakit harus dimusnahkan dengan cara dikubur dalam lubang sedalam
minimal 1 meter.
§ Penyemprotan agen
hayati seperti misalnya Trichoderma spp dengan dosis 200 gram per liter sebagai
upaya preventif. Penyemprotan diarahkan pada buah sehat.
§ Aplikasi fungisida
kontak berbahan aktif tembaga 0,3% saat tingkat serangan sudah sangat tinggi.
2. Kanker batang
Kanker batangpada tanaman
kakao
Penyakit Kanker Batang Tanaman Kakao Penyakit kanker batang
adalah salah satu penyakit penting bagi tanaman kakao yang disebabkan oleh
infeksi cendawan Phythotora palmivora pada batang dan cabang tanaman kakao.
Cendawan Phytoptora palmivora yang juga penyebab penyakit busuk buah tanaman
kakao ini sering menyerang kebun kakao yang lembab dan gelap.
Penyakit kanker batang tanaman kakao dapat dikenali melalui
gejala-gejala yang ditimbulkan pada batang yang terserang. Batang tanaman kakao
yang terserang penyakit kanker batang memiliki bercak-cercak hitam. Bercak
hitam tersebut nampak seperti basah dan membusuk. Jika tidak dikendalikan,
bercak hitam akan terus meluas dan mengakibatkan terhambatnya transportasi hara
dan fotosintat di dalam tanaman. Bercak hitam membusuk ditandai dengan adanya
cairan merah berkarat dengan kulit kayu disekitar bagian yang membusuk berwarna
coklat kemerah-merahan.Penyakit kanker batang kakao dapat menyebar melalui
beberapa media seperti sentuhan langsung dengan buah yang terserang busuk buah,
percikan air, disebarkan oleh hewan (semut atau tupai), bahkan oleh tiupan
angin. Penyebaran kanker batang berbanding lurus dengan penyebaran
Penyakit busuk buah dan akan semakin cepat jika musim hujan dan atau jika
kondisi kebun terlalu lembab. Untuk membatasi penyebaran, kondisi kelembaban
kebun harus tetap dijaga agaar tidak terlalu lembab dan gelap.
1.
Cara yang paling baik untuk
mengendalikan kanker batang adalah dengan pengendalian penyakit busuk buah.
2.
Buah-buah yang bergejala harus segera
dipetik dan dipendam. Hubungan antara busuk buah dan kanker batang harus selalu
diingat.Perlu diusahakan agar infeksi pada kulit dapat segera diketahui. Pada
bagian yang sakit kulit luar (kerak) dikorek, sehingga kulit dalam terlihat.
Dulu dianjurkan agar jaringan kulit yang busuk dipotong sampai bersih, lalu
luka ditutup Mempertahankan seresah sebagai mulsa disekitar pangkal batang.
3.
Memanen buah yang masak secara teratur,
misalnya seminggu sekali, sambil membersihkan buah-buah yang sakit. Buah yang
sakit, beserta dengan kulit buah (cangkang) dipendam cukup dalam, sehingga
paling sedikit tertutup tanah setebal 10 cm.
4.
Dari kegiatan uji coba di beberapa lahan
petani di Seram Bagian Barat dan Maluku Tengah, Kanker Batang dapat
dikendalikan dengan memakai Kunyit, Pohon Kakao yang terkena Kanker di kupas
pada bagian terserang kemudian di gosok dengan menggunakan kunyit.
5.
Yang dilakukan BBP2TP Ambon Pada
Kegiatan Demplot Penyehatan kebun Kakao adalah penggunaan Trichoderma
spdan Penggunaan Kunyit, dan telah terbukti dapat mengatasi Penyakit Kanker
Batang dimaksud.
3. Penyakit Vsd (Vaskular Streak Dieback)
Penyakit VSD (Vaskular Streak Dieback) adalah salah satu penyakit
yang disebabkan oleh infeksi cendawan Oncobasidium theobromae pada tanaman
kakao. Penyakit ini dapat menyerang pada semua fase pertumbuhan tanaman kakao,
mulai dari fase pembibitan hingga fase tanaman berproduksi. Serangan umumnya
dimulai dari bagian pucuk pada ranting tanaman.
Penyakit vaskular streak dieback dapat dikenali dari gejala-gejala
yang ditimbukannya pada tanaman kakao yang terserang. Gejala tersebut antara
lain
– Daun kakao menguning dengan bercak-bercak berwarna hijau muda,
– Terdapatnya 3 noktah hitam pada bekas duduk daun bagian dalam dan jaringan
kayu yang dipotong,
Jika dibelah, noktah hitam tersebut terlihat lebih jelas dalam bentuk
garis-garis hitam,
– Pada serangan akut yang tanpa pengendalian, tanaman akan menjadi gundul
karena kerontokan daun yang terus terjadi.
Penyakit vaskular streak dieback jika tidak dikendalikan
dengan serius dapat mengakibatkan penurunan produktivitas kebun bahkan dapat
hingga mengakibatkan kematian tanaman. Hal ini terjadi karena rontoknya daun
yang disebabkan oleh VSD mengakibatkan proses fotosintesis tanaman menjadi
terhambat.
Cara Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Pada Tanaman Kakao
Prinsip pengendalian dianjurkan adalah pengendalian secara ramah
lingkungan, yaitu Penggunaan Agenhayati Antagonis terhadap Jamur-jamur patogen
pembawa penyakit seperti diatas merupakan langkah yang sangat tepat. Salah satu
agenhayati antagonis terhadap jamur-jamur patogen pembawa penyakit adalah
Trichoderma.
Trichoderma merupakan cendawan antagonis yang sangat berperan
membantu mengatasi beberapa jenis penyakit pada tanaman seperti penyakit
diatas. Dimana Cendawan Trichoderma ini dilaporkan sebagai bioFungisida karena
Trichoderma akan berkompetisi dalam hal nutrisi dengan jamur lain dilapangan
sehingga jamur-jamur patogen pembawa penyakit mati terinfeksi oleh jamur
Trichoderma ini.
Sisi lain Trichoderma juga dilaporkan sebagai bioDecomposer atau
mikroba pengurai bahan organik menjadi kompos. Sehingga banyak kalangan petani
memanfaatkan biang/isolat Trichoderma sebagai starter pengomposan pada
pembuatan pupuk organik/kompos, seperti membuat kompos dari jerami dan serasah
dedaunan.
Dilapangan Trichoderma juga banyak berperan membantu pertumbuhan
tanaman, dimana Trichoderma membantu mempercepat proses penguraian unsur hara
mikro dan makro didalam tanah yang sangat dibutuhkan oleh tanaman.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
KESIMPULAN
Didalam usaha tani
Kakao membutuhkan teknik budidaya yang baik dan benar agar memperoleh produksi
yang optimal, juga memperhatikan kondisi lingkungan dan agroklimat di lokasi
pembukaan kebun kakao harus sesuai dengan kebutuhan tanaman kakao. Tetapi jika faktor
tanah yang semakin keras dan miskin unsur hara terutama unsur hara mikro dan
hormon alami, faktor iklim dan cuaca, faktor hama dan penyakit tanaman, serta
faktor pemeliharaan lainnya tidak diperhatikan maka tingkat produksi dan
kualitas akan rendah.
5.2.
5.2. SARAN
Semoga dalam laporan kali
ini dapat membuat pembaca tau tentang cara pembudidayaan tanaman kakao,
pengendalian penyakit, serta mengetahui pemilihan tanah yang baik dalam
budidaya tanaman kakao ini.
Tak lupa kami menyarankan
agar selalu menjaga lingkungan saat melakukan budidaya tanaman kakao ini.
DAFTAR
TABEL
a. Penyiraman dilakukan 2 kali sehari (pagi
dan sore) sebanyak 2-5 liter/pohon
b. Dibuat lubang pupuk disekitar tanaman
dengan cara dikoak. Pupuk dimasukkan dalam lubang pupuk kemudian ditutup
kembali. Dosis pupuk lihat dalam tabel di samping ini :
Tabel Pemupukan Tanaman Coklat
UMUR
(bulan)
|
Dosis pupuk Makro (per ha)
|
Urea
(kg)
|
TSP
(kg)
|
MOP/ KCl (kg)
|
2
|
15
|
15
|
8
|
8
|
6
|
15
|
15
|
8
|
8
|
10
|
25
|
25
|
12
|
12
|
14
|
30
|
30
|
15
|
15
|
18
|
30
|
30
|
45
|
15
|
22
|
30
|
30
|
45
|
15
|
28
|
160
|
250
|
250
|
60
|
32
|
160
|
200
|
250
|
60
|
36
|
140
|
250
|
250
|
80
|
42
|
140
|
200
|
250
|
80
|
Kakao jenis Bulk pada umur 2 tahun sudah
mulai panen permulaan, dan pada umur sekitar 7 tahun mulai mencapai tingkat
produksi yang tinggi. Pada kondisi yang sesuai dengan tanaman kakao, maka
potensi rata-rata dalam satu siklus hidup ( 25 tahun ) mencapai sekitar 1000 kg
biji kakao kering/hektar/ tahun.
Tabel Potensi Produksi Biji Kakao kering per
hektar, dalam satu siklus hidup ( 25 tahun )
Umur
tanaman
|
Biji
Kering Kakao
(
dalam Kg/ha )
|
Keterangan
|
2
- 3
|
600
|
|
3
- 4
|
900
|
|
4
- 5
|
1.200
|
|
5
- 6
|
1.400
|
|
6
- 7
|
1.600
|
|
7
- 8
|
1..700
|
|
8
- 9
|
1..600
|
|
9
- 10
|
1.800
|
|
10
- 11
|
1.700
|
|
11
- 12
|
1.600
|
|
12
- 13
|
1.500
|
|
13
- 14
|
1.400
|
|
14
- 15
|
1.400
|
|
15
- 16
|
1.300
|
|
16
- 17
|
1.300
|
|
17
- 18
|
1.300
|
|
18
- 19
|
1.200
|
|
19
- 20
|
1.200
|
|
20
- 21
|
1.100
|
|
21
- 22
|
1.000
|
|
22
- 23
|
700
|
|
23
- 24
|
700
|
|
24
- 25
|
700
|
|
Jumlah
|
28.900
|
|
Rata
- Rata Per Tahun
|
1.257
|
|
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebuanan,
Departemen Pertanian RI, 1982.